Kalau sebelumnya pengolahan pisang bisa dijadikan bahan bakar, kini giliran ubi kayu karet atau telo gendruwo yang bisa dimanfaatkan untuk bahan baku ethanol.
Selama ini, telo gendruwo tidak mempunyai nilai ekonomis karena pahit jika dimakan. Tapi di tangan Nurhatika, dosen biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, telo tersebut bisa menjadi mempunyai nilai ekonomis.
"Sebenarnya apapun bisa asal ada kandungan karbohidratnya dan pati, begitu juga limbah yang masih ada karbohidratnya," ujar Nurhatika di Laboratorium biologi Fakultas Matematika dan IPA (FMIPA) kampus ITS.
Rupanya, di beberapa daerah bahan bakar ethanol bisa dibuat dari limbah kulit kacang taro, sementara di Kediri menggunakan limbah tahu. Proses pembuatan ethanol dari ketela pohon ini cukup sederhana. Ketela ataupun bahan-bahan lain tersebut dihaluskan, lalu direbus. Kemudian ditambahkan enzim amylase dan diberi ragi.
Larutan kemudian didiamkan selama 3-4 hari agar proses fermentasi berjalan. Setelah itu, ethanol akan dihasilkan. "Tapi kadar ethanol ini masih 90 persen. Sementara untuk kompor kami membutuhkan kadar ethanol sebesar 95 persen," ujarnya.
Untuk menaikkan kadar ethanol perlu adanya penambahan batu kapur. Ini perlu dilakukan sebab ethanol dengan kadar di bawah 95 persen masih mengandung Pb (timbal). Sedangkan ethanol untuk bahan bakar kompor ini harus bebas dari Pb.
Selain itu, kompor yang digunakan pun bukan kompor untuk minyak tanah. Kompor ethanol ini khusus dirancang untuk bahan bakar ini. Keunggulan bahan bakar ethanol ini sendiri selain lebih ekonomis juga terbukti tanpa jelaga. Namun, pemanasan ethanol diakui Ika lebih lama dibandingkan minyak tanah.
Sumber: www.indofamilyteens.com/index.php?option=com_content&task=view&id=288&Itemid=30
0 comments
Post a Comment